Home | Sitemap | Login

   

Peatland News

Title: Workshop on "Indonesia Telah Meratifikasi Protokol Kyoto: What Next? " (5 August 2004)
Date: 05-Aug-2004
Category: Indonesia-Workshop & Seminar


LATAR BELAKANG


Sebagai salah satu produk dari KTT Bumi tentang Lingkungan dan Pembangunan di Rio de Janeiro, Brasil pada tahun 1992, para pemimpin dunia telah sepakat untuk berbagai rencana besar yang terkait dengan upaya konservasi lingkungan bumi dan pada saat yang sama juga meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Termasuk diantaranya adalah kesepakatan terhadap dokumen mengenai Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim ( United Nation Framework Convention on Climate Change – UNFCCC). Dua tahun kemudian, Indonesia meratifikasi Konvensi Perubahan Iklim melalui UU No.6/1994. Pada pertemuan para pihak (CoP) ke-3 dari Konvensi ini, yang berlangsung di Kyoto, Jepang, tahun 1997, berhasil disepakati suatu konsensus untuk mengadopsi suatu protokol yang merupakan dasar bagi negara-negara industri untuk mengurangi emisi gas rumah kaca gabungan mereka, paling sedikit 5 persen dari tingkat emisi tahun 1990 menjelang periode 2008 – 2012. Komitmen tersebut disusun untuk mengatur target kuantitatif penurunan emisi dan target waktu penurunan emisi bagi negara maju. Sementara itu, negara berkembang tidak memiliki kewajiban atau komitmen untuk menurunkan emisinya. Komitmen tersebut kemudian dikenal sebagai Protokol Kyoto. Pada perkembangan berikutnya, Protokol Kyoto dianggap sebagai perjanjian internasional tentang lingkungan terpenting di abad 21 sekaligus yang paling kontroversial dan banyak menyita perhatian berbagai kalangan akademisi, birokrat, pelaku bisnis maupun masyarakat.

Kontroversi mengenai Protokol Kyoto lebih banyak terjadi diseputar isu mengenai tanggungjawab dan penataan Protokol, yang kemudian berkembang menjadi isu mengenai tatanan dunia yang lebih adil. Dalam kaitan dengan hal ini, isu mengenai komitmen negara-negara industri sebagai sumber emisi terbesar serta implikasi Kyoto bagi negara berkembang kemudian menjadi pusat putaran diskusi. Perbincangan juga menjadi lebih hangat ketika pada CoP 6 Bagian II yang berlangsung di Bonn, tahun 2001 (setelah bagian I di Den Haag mengalami penundaan) Amerika Serikat menyatakan menolak untuk ikut dalam Protokol karena dianggapnya cacat, dapat membahayakan ekonomi dan karena beberapa negara berkembang penting (maksudnya India dan Cina) tidak mengambil bagian yang berarti dalam Protokol tersebut. Di Indonesia, pada lingkup tertentu, diskusi mengenai Protokol Kyoto lebih terpusat pada isu seputar Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB, Clean Development Mechanism - CDM) yang merupakan salah satu cara untuk mengimplementasikan Protokol Kyoto. Pada perkembangannya perbincangan tersebut kemudian menjadi rancu karena ditengah kompleksitas mekanisme tersebut, banyak pihak yang karena keterbatasan informasi kemudian menafsirkan mekanisme tersebut sesuai dengan pemahamannya masing-masing. Dalam lingkup negara, Pemerintah Republik Indonesia dan DPR ternyata telah menganggap Protokol Kyoto sebagai suatu perangkat perjanjian internasional yang bernilai penting, sehingga kemudian telah meratifikasi Protokol Kyoto Pada tanggal 23 Juni 2004, setelah melalui serangkaian dengar pendapat dengan beberapa pihak terkait, termasuk LSM.

Prof. Daniel Murdiyarso, yang turut terlibat dalam penyiapan naskah akademis untuk ratifikasi Protokol Kyoto, serta penulis 3 buah buku mengenai perubahan iklim : Konvensi Perubahan Iklim, Protokol Kyoto dan CDM; mengatakan bahwa ratifikasi tersebut telah menunjukan komitmen signifikan terhadap masa depan lingkungan dunia serta penghuninya. Ratifikasi ini menawarkan keuntungan langsung bagi Indonesia berupa kemungkinan untuk memodernisasi sistem transportasi, industri dan perolehan energi melalui promosi energi efisiensi dan terbarukan. Pada saat yang sama, proyek-proyek CDM juga dapat mengarah kepada kegiatan kehutanan dan tata ruang yang berkelanjutan, sehingga dapat menghasilkan jasa dan produk lingkungan yang menguntungkan, baik masyarakat lokal maupun masyarakat global. Namun demikian, ratifikasi Protokol Kyoto barulah awal dari sebuah tantangan dan perjuangan. Masih banyak kegiatan dan persiapan yang harus dilaksanakan untuk meyakinkan bahwa keluaran yang dihasilkan dari berbagai proyek MPB tersebut dapat memenuhi aturan yang ada, dan terlebih lagi, dapat memberikan manfaat bagi masyarakat Indonesia, sesuai dengan jiwa dari ratifikasi itu sendiri. Ratifikasi, menurut Prof. Daniel Murdiyarso, barulah awal dari proses pembelajaran untuk mengatasi berbagai tantangan yang baru dan rumit. Tantangan yang harus dihadapi diantaranya berupa pembentukan dan pembenahan kerangka kerja institusional dan peraturan serta pembangunan kapasitas tekhnis dan manajerial dari pihak-pihak yang terkait di tingkat lokal dan regional. Sebagai pemain baru dibidang MPB, Indonesia masih harus banyak belajar dengan melaksanakan kegiatan proyek yang nyata dan kemudian sedikit demi sedikit meningkatkan kemampuannya untuk berkompetisi dengan pemain lainnya.

Panel Diskusi ini ditujukan untuk menggali lebih jauh mengenai apa yang harus dilakukan Indonesia agar dapat memperoleh manfaat yang sebesarbesarnya dari ratifikasi Protokol Kyoto tersebut.

TUJUAN

Tujuan utama dari acara Panel Diskusi ini adalah:
  1. Menggali informasi dari para pakar dan praktisi mengenai peluang dan jerat Protokol Kyoto;
  2. Menggali informasi dari para pakar dan praktisi mengenai persiapan kerangka kerja institusional dan peraturan yang menunjang pelaksanaan Protokol Kyoto di Indonesia;
  3. Memperoleh pendapat para pakar dan praktisi mengenai apa yang harus dilakukan kemudian agar Indonesia memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari ratifikasi Protokol Kyoto.
WAKTU DAN TEMPAT

Diskusi Panel ini akan dilaksanakan di Ruang Rimbawan 01, Gedung Manggala Wanabhakti, Jl. Gatot Subroto - Jakarta, pada tanggal 5 Agustus 2004. Jam 09.30 – 13.00 WIB.

NARA SUMBER

Sejumlah nara sumber telah diundang untuk memberikan pengayaan mengenai isu perubahan iklim di dunia dan Indonesia, termasuk:
  1. Drs. Sudariyono (Deputi Bidang Pelestarian Lingkungan, Kementerian LH); -> Kesiapan institusi pemerintah RI dalam implementasi Protokol Kyoto.
  2. Prof. Dr. Daniel Murdiyarso (Pengajar IPB, Peneliti CIFOR, Penulis 3 buku mengenai Konvensi Perubahan Iklim, Protokol Kyoto dan Mekanisme Pembangunan Bersih); -> Sejarah dan peluang implementasi Protokol Kyoto di Indonesia.
  3. Dr. Rizaldi Boer (Pengajar IPB, Pakar CDM Kehutanan); -> Aspek teknis penunjang implementasi Protokol Kyoto di Indonesia.
  4. Olivia Tanujaya (PELANGI); -> Peluang pengembangan Proyek CDM di Indonesia
  5. Ir. Djuwarno (Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia); -> Implementasi CDM bidang energi di Indonesia
Moderator : Ina Binari Pranoto (KLH)

PELAKSANA

Kegiatan workshop ini dilaksanakan oleh Departemen Kehutanan bekerjasama dengan Wetlands International - Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Serta didukung oleh Canadian International Development Agency (CIDA) melalui Proyek Climate Change, Forest and Peatlands in Indonesia (CCFPI).


[ Back ] [ Print Friendly ]