Home | Sitemap | Login

   

Scientific Articles/Reports, Newsletters and Press Releases

Title: Warta Konservasi Lahan Basah
Date: 01-Oct-2002
Category: Indonesia

Sepatutnya kita bersyukur karena negeri kita telah dikaruniai kelimpahan sumberdaya alam yang jarang dimiliki negara lain. Salah satunya berupa hamparan lahan dan hutan gambut tropis beserta segala fungsi dan manfaat bawaannya. Dengan sekitar 20 juta hektar lahan dan hutan rawa gambut yang terutama tersebar di Sumatera, Kalimantan, dan Papua; negeri kita memiliki sekitar 50% dari luas total seluruh lahan gambut tropis dunia, atau sekitar 5% dari seluruh jenis lahan dan hutan gambut yang ada di dunia ini. Dengan luasan areal yang terbentuk dari tumpukan serasah pepohonan yang tidak terdekomposisi dan telah berlangsung ribuan tahun tersebut, kita telah menyumbang udara bersih untuk bernapas manusia dan mahluk hidup lainnya di muka bumi ini. Hampir 6000 ton karbon tersimpan dalam setiap hektar lahan gambut kita dengan kedalaman sampai 10 meter. 

Lahan gambut juga merupakan habitat bagi berbagai jenis flora dan fauna, yang diantaranya sering dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat untuk menyambung kehidupan keluarganya. Sayangnya, limpahan karunia yang maha besar tersebut sejauh ini belum dapat dijadikan modal untuk dapat mensejahterakan sebagian besar masyarakat. Karena kepongahan kita, alih-alih mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, kita malah bagaikan “tikus mati dalam lumbung”. Banyak yang memprediksi bahwa hutan kita di Sumatera akan habis pada tahun 2005, sementara di Kalimantan umurnya lebih panjang, tapi juga akan habis di tahun 2010 ... dengan catatan jika kita tidak segera bangun dari tidur dan melakukan usaha pencegahan kerusakan. 

Lahan dan hutan gambut yang mestinya menyediakan udara segar malah kini berubah menjadi sumber monster asap yang menggelapkan sebagian kota dan membuat hidup sebagian masyarakat dan negara tetangga kita menjadi tidak nyaman. Meskipun hanya sekitar 10% dari luas lahan yang terbakar, tetapi kebakaran di lahan gambut dipercaya menyumbang 60-90% asap yang menggelapkan langit di wilayah kebakaran dan lokasi sekitarnya. Mungkin sudah mulai hilang dari ingatan kita bagaimana sekitar 500.000 ha hutan hilang terbakar pada tahun 1982/1983, dan menyusul 1,5 juta ha lainnya pada tahun 1997/1998. Terbayangkah bahwa kemudian lebih dari 500 juta ton karbon yang seharusnya bisa disimpan dan dimanfaatkan untuk kehidupan kita terlepas sia-sia ..... Bagaimana dengan lebih dari 500 orang yang kehilangan nyawanya akibat kebakaran? Atau lebih dari 1,5 juta orang yang harus terganggu kesehatannya. Berapa besar produktivitas kerja yang hilang akibat lebih dari 7 juta kasus dimana penduduk kehilangan hari kerja atau terkendala kegiatannya untuk mencari nafkah? Jika uang yang selalu dijadikan ukuran, bukankah kerugian sekitar 9 milyar Dolar Amerika yang dialami oleh negara kita dan negara-negara tetangga seharusnya membuat kita bisa belajar banyak? Tapi rupanya kita sangat malas untuk belajar dari kesalahan masa lalu. Pada saat Warta ini sampai ke tangan pembaca, banyak saudara-saudara kita di Palembang, Jambi, Pekanbaru, Palangkaraya, Banjarmasin, Pontianak dan kota-kota sekitarnya sedang mengalami kesulitan hidup akibat asap yang ditimbulkan oleh kebakaran. Entah berapa lama lagi kerugian yang harus diderita, yang jelas, udara bersih yang pada saat normal jarang kita syukuri sebagai karunia dari Yang Kuasa, saat ini telah menjadi barang mahal yang sulit untuk diperoleh. Tak penting benar untuk mengetahui siapa yang melakukan pembakaran. Yang jauh lebih penting saat ini adalah bagaimana kita semua dapat mensyukuri nikmat yang tersisa ini dengan menjaga fungsi dan manfaat yang diberikan oleh alam. Kalau pun kemudian jasad kita telah lebih dulu bersatu dengan tanah yang kita pertahankan kelestariannya, bukankan kita bisa mewariskan bumi yang lebih baik kepada anak cucu kita?

Click HERE to download the document  (221.72 KB)



[ Back ] [ Print Friendly ]