Home | Sitemap | Login

   

Scientific Articles/Reports, Newsletters and Press Releases

Title: Kertas Posisi: “Pelestarian dan Pemanfaatan Lahan Gambut Berkelanjutan, Kunci Mencegah Bencana Kebakaran dan Asap Tahunan di Indonesia”
Date: 26-Oct-2015
Category: Position Paper
Source/Author: Wetlands International
Description: (in Indonesian) Kebakaran hutan dan lahan gambut di Indonesia terjadi hampir setiap tahun dalam dua dekade terakhir. Seperti pada musim kering tahun ini yang dikenal sebagai periode “El Nino”, kebakaran yang tejadi berdampak sangat parah. Kebakaran tersebut telah menyebabkan asap yang menyelimuti dan merusak sebagian besar pulau Sumatera dan Kalimantan, serta negara tetangga seperti Malaysia dan Singapore. Kerugian materi dan immateri akibat dari kebakaran tahun 2015 ini sangat besar dan diperkirakan sudah mancapai puluhan triliun rupiah1. Selain itu, banyaknya korban jiwa akibat kepekatan asap telah mencapai bahaya tingkat 8. Sebagian besar kebakaran terjadi di lahan gambut yang disebabkan oleh pengeringan gambut (drainase). Terbakarnya gambut akan menghilangkan fungsi ekologis penting seperti penyimpan karbon, penahan air, pelindung banjir serta hilangnya habitat keanekaragaman hayati dan penyokong mata pencaharian masyarakat setempat.

Gambut merupakan material organik yang terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan yang tidak terdekomposisi dengan
sempurna, dan terakumulasi dalam kondisi lingkungan yang tergenang air, miskin oksigen, memiliki keasaman tinggi,
serta terbentuk secara geologis dalam waktu ribuan tahun. Indonesia memiliki luas lahan gambut ke tiga terluas di
dunia, dimana sebagian besar berada di bagian pesisir dataran rendah pulau Sumatra, Kalimantan dan Papua2.

Dalam beberapa dekade ini, hutan rawa gambut telah dideforestasi, dikeringkan (drainase) dan dikonversi menjadi
perkebunan sawit dan HTI pulp dan kertas. Proses ini terjadi akibat adanya kebijakan pemerintah yang mendukung
pengembangan HTI, kondisi perekonomian dan lemahnya penegakan hukum. Drainase menyebabkan karbon di lahan
gambut teroksidasi secara terus menerus sehingga menghasilkan emisi CO2 (nilai emisi konservatif sebesar 15 t
C/ha/tahun), dan memberikan kontribusi terhadap perubahan iklim. Gambut yang mengering sangat rentan terbakar,
dan apabila terjadi kebakaran akan sangat sulit untuk dipadamkan. Hilangnya karbon menyebabkan penurunan
volume gambut, sehingga lahan gambut akan mengalami amblas (subsiden), dengan laju sekitar 3-6 cm/tahun. Selama
gambut didrainase, subsiden akan terus berlangsung hingga permukaan gambut menjadi sejajar dengan permukaan
sungai atau laut di sekitarnya, dimana air gambut tidak mungkin lagi mengalir secara gravitasi. Dalam kondisi ini, lahan
gambut akan sering mengalami banjir dan produktivitas jutaan hektar kawasan dataran rendah akan hilang.

Oleh karena itu, Wetlands International menyerukan para pengambil kebijakan, industri, masyarakat dan stakeholder
untuk melakukan dua hal terkait pengelolaan lahan gambut:
 Merestorasi dan melindungi seluruh hutan rawa gambut yang tersisa dan yang belum dikembangkan
melalui kebijakan moratorium permanen yang lebih kuat
 Memastikan produktivitas lahan gambut melalui pengelolaan yang berkelanjutan untuk jangka panjang
serta menjamin tersedianya fungsi lingkungan, ekonomi dan manfaat untuk masyarakat

Download full paper here: (click here)



[ Back ] [ Print Friendly ]